Diet

5 Hal yang Harus Kamu Tahu tentang
Diet Ekstrim Sangat Rendah Kalori

Belakangan ini, diet dengan kalori yang sangat rendah atau Very Low-Calorie Diet tengah ramai diperbincangkan. Pasalnya, diet ini dipercaya dan telah dibuktikan banyak orang berhasil menurunkan berat badan. 

Apa sih sebenarnya Very Low-Calorie Diet itu? Apakah secara ilmiah diet ini benar-benar tepat untuk menurunkan berat badan?

Yuk cek pembahasan Gizigo di artikel ini!

Kontributor

Rania Aisyah Herima

Rania adalah intern Gizigo 2021 dari Jurusan Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
 
Rania bisa dihubungi di sini.
 

Pada awalnya, diet sangat rendah kalori (Very Low Calorie Diet/VLCD) mulai ramai dikenal di Amerika Serikat.

Seorang selebriti terkenal, Oprah Winfrey, mengumumkan di tahun 1988 bahwa ia telah berhasil menurunkan berat badannya sekitar 30 kg dengan hanya mengkonsumsi diet cair.

Namun, pada tahun 1990, Oprah Winfrey mendeklarasikan bahwa dia mengalami peningkatan berat badan kembali dan menyatakan tidak akan pernah diet lagi (Tsai dan Wadden, 2012). 

Meskipun begitu, sebagian besar orang di Amerika dan Eropa tetap menggunakan diet ini sebagai jalan keluar dari kelebihan berat badan hingga sekarang diet ini juga populer di seluruh dunia.

Tapi bagaimana sih sebenarnya diet ekstrim yang satu ini? Mari kita kupas kilat 5 hal yang harus diketahui tentang VLCD.

Definisi & Prinsip dari Diet Ekstrim Sangat Rendah Kalori (Very Low Calorie Diet)

VLCD adalah sebuah pola diet yang hanya menyediakan 800 kkal/hari atau kurang (Yumuk, et al., 2015).

Selain kalori yang dibatasi, karbohidrat juga dibatasi hingga 50-100 gram/hari (Mullins, et al., 2011). 

Prinsip kerja dari diet sangat rendah kalori adalah dengan mengubah metabolisme tubuh menjadi mode berpuasa sehingga meningkatkan proses ketosis (pemecahan lemak) dan menekan rasa lapar (Lambert, et al., 2019). 

Selama proses ketosis berjalan, jaringan lemak (adiposa) dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserol, serta badan keton sebagai hasil sampingan yang berguna sebagai bahan bakar pengganti glukosa untuk otak. Asam lemak bebas ini menjadi energi yang dapat digunakan oleh liver dan otot. 

Oleh karena itu, selain menjalankan pembatasan makan menjadi sangat sedikit, olahraga ringan hingga sedang juga disarankan untuk mempercepat penurunan berat badan. 

Penurunan berat badan yang dihasilkan oleh diet VLCD adalah rata-rata 1,5-2,5 kg/minggu (Muscogiuri, et al., 2019).

Menurut Mustajoki, et al. (2001) dalam Shalihat (2017) perkiraan berat badan dapat turun sebesar 12-35 kg selama 8-16 minggu pemberian VLCD.

Keunggulan & Efek Samping VLCD

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Delbridge dan Proietto (2006), keunggulan diet VLCD untuk menurunkan berat badan, antara lain:

  • Klaim penurunan berat badan yang cepat merupakan faktor motivasi yang kuat.
  • VLCD dapat memperbanyak urin sehingga pasien merasa lebih sehat.
  • Fase ketosis dari mengonsumsi VLCD dapat menghambat rasa lapar.
  • Ketosis dapat memperlambat penyusutan otot.
  • Pembatasan makanan menjadi bentuk tertentu seperti makanan cair ternyata lebih dipatuhi oleh pasien dibandingkan anjuran konsumsi makanan rendah lemak atau anjuran “secukupnya”.

Selain itu, VLCD pada beberapa penelitian menunjukkan penurunan trigliserida dan peningkatan HDL, serta peningkatan sensitivitas insulin yang membuat kadar glukosa darah menurun meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut (Sumithran dan Proietto, 2008; Wyk & Daniels, 2016).

Adapun efek samping yang ditimbulkan dari penerapan diet VLCD menurut Muscogiuri, et al. (2019) terbagi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

1. Efek Jangka Pendek

  • Dehidrasi
  • Hipoglikemia, yaitu gejala glukosa darah turun
  • Letargi, yaitu kelelahan yang hebat
  • Halitosis, yaitu bau mulut akibat produksi badan keton berlebih
  • Mual, muntah, diare, atau konstipasi
  • Hiperuriesemia, yaitu pengeluaran asam urat di urin berlebih

2. Efek Jangka Panjang

  • Hipoproteinemia, yaitu kelebihan protein di darah
  • Hipokalsemia dan kerusakan tulang
  • Peningkatan LDL akibat pencernaan lemak dari makanan yang lebih lama
  • Urolithiasis, yaitu batu saluran kemih/batu ginjal
  • Batu empedu

Very Low Calorie Diet sebagai Diet Jangka Pendek

Diet dengan energi yang sangat rendah memang efektif dalam menurunkan berat badan dan hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat. Penerapan diet ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan risiko kesehatan karena ketidaklengkapan zat gizi yang dimakan (Lambert, et al., 2019). 

Selain itu juga dibutuhkan konsistensi dan disiplin yang tinggi untuk tetap menjaga gaya hidup setelah berhasil menurunkan berat badan melalui diet VLCD, karena tingkat peningkatan BB kembali (regain weight) dari VLCD cukup tinggi, yaitu 62% dari total BB yang telah dihilangkan (Shalihat, 2017).

Diet Ekstrim Sangat Rendah Kalori Membutuhkan Biaya yang Mahal

Dilansir dari Tsai dan Wadden (2012), program diet VLCD memakan waktu 8-12 minggu dan menghabiskan biaya $1800-2200 atau sekitar Rp 25-30 juta untuk mencapai berat badan target. 

Ditambah fase stabilisasi selama 12-14 minggu sehingga total program 6 bulan dengan biaya $3000-3500 atau Rp 43-50 juta. 

Selain itu dibutuhkan banyak suplemen untuk tetap menopang kebutuhan zat gizi esensial lainnya. Berarti ada tambahan pengeluaran tersendiri untuk konsumsi suplemen tersebut.

Wow, mencengangkan bukan?

VLCD Tidak untuk Semua Orang

Pembatasan makan yang cukup ekstrim seperti diet VLCD ini dalam pelaksanaannya perlu pengawasan ahli yang spesifik dalam menangani obesitas, yaitu melibatkan dietisien/nutrisionis dan dokter. 

Pelaksanaan diet ini terbatas hanya untuk pasien obesitas dengan kriteria sebagai berikut:

  • Indeks Massa Tubuh >30 kg/m2 atau >27 kg/m2 dengan komplikasi obesitas kompleks (Lambert, et al., 2019).
  • Akan menjalankan operasi bariatrik atau bedah lain yang mengharuskan penurunan badan cepat (Muscogiuri, et al., 2019).

Adapun individu yang sangat tidak direkomendasikan untuk menjalankan diet ini adalah anak-anak, remaja, wanita hamil dan menyusui, dan lanjut usia karena mereka memerlukan sumber gizi yang beragam (Yumuk, et al., 2020), pasien dengan diabetes tipe 1, pasien gagal hati dan gagal ginjal, dan gangguan jantung (Muscogiuri, et al., 2019).

Dalam konsultasi ahli gizi untuk diet yang kami adakan pun cenderung menghindari metode diet ekstrim seperti VLCD. Tentunya karena berbagai alasan kesehatan yang sudah dijelaskan di artikel ini.

Referensi
  1. Delbridge, E., Proietto, J. (2006). State of the science: VLED (Very Low Energy Diet) for obesity. Asia Pac J Clin Nutr 2006;15 (Suppl):49-54.
  2. Lambert, K., Bahceci, S., Lucan, B., Ryan, M. (2019). A practical guide for the use of very low calorie diets in adults with chronic kidney disease. Nephrology, 2020;25:281–289.
  3. Mullins, G., Hallam, C.L., Broom, I. (2011). Ketosis, ketoacidosis and very-low-calorie diets: putting the record straight. British Nutrition Foundation Nutrition Bulletin, 36(3), 397–402.
  4. Muscogiuri, G., Barrea, L., Laudisio, D. et al. (2019). The management of very low-calorie ketogenic diet in obesity outpatient clinic: a practical guide. J Transl Med 17, 356 (2019).
  5. Shalihat, H.K. (2017). Pengaruh Very Low Calorie Diet (VLCD) terhadap Pembentukan Batu Empedu Kolesterol serta Pencegahannya. CDK-249, vol. 44 no. 2 th. 2017.
  6. Sumithran, P., Proietto, J. (2008). Ketogenic diets for weight loss: A review of their principles, safety and efficacy. Obesity Research & Clinical Practice (2008), 2(1), 1–13.
  7. Tsai, A.G., Wadden, T.A. (2006). The Evolution of Very‐Low‐Calorie Diets: An Update and Meta‐analysis. Obesity, 14: 1283-1293.
  8. Wyk, H.V., Daniels, M. (2016). Case Discussion: The Use of Very Low Calorie Diets in the Management of Type 2 Diabetes Mellitus. S Afr J Clin Nutr 2016;29(2):96-102.
  9. Yumuk, V., Tsigos, C., Fried, M., Schindler, K., Busetto, L., Micic, D., Toplak, H., & Obesity Management Task Force of the European Association for the Study of Obesity. (2015). European Guidelines for Obesity Management in Adults. Obesity facts, 8(6), 402–424.