Info Gizi

Kapan Minyak Goreng harus Diganti? Bolehkah Dipakai Berulang Kali?

Alih-alih untuk menghemat, tak jarang kita menggunakan minyak goreng secara berulang sampai berwarna hitam menjadi minyak jelantah. Apalagi saat ini, kita sedang digempur oleh harga minyak yang tinggi di pasaran menyebabkan kita memperketat penggunaan minyak goreng.

Lalu bagaimana solusinya?

Kontributor

Sheva Pangestika

Sheva adalah intern Gizigo 2022 dari Jurusan Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
 
Sheva bisa dihubungi di sini.
 

Kegiatan memasak sehari-hari pasti tak pernah lepas dari minyak goreng. Baik di rumah tangga, restoran maupun tempat makan fast food pasti menggunakan minyak goreng dalam mengolah makanannya.

Perubahan gaya hidup masyarakat dewasa ini lebih sering mengonsumsi makanan olahan yang digoreng karena menimbulkan sensasi “kriuk” yang membuat ketagihan.

Dalam penggunaan sehari-hari, minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas dan pemberi rasa gurih. Minyak goreng berasal dari minyak nabati (dari tumbuhan) yang menggunakan proses pemurnian dalam pembuatannya.5

Umumnya di Indonesia, minyak goreng berasal dari tanaman kelapa sawit yang menurut beberapa sumber mengandung berbagai vitamin, namun tinggi lemak jenuh.3

Sebagai konsumen, hal penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara bijak menggunakan minyak goreng.

Apa yang Terjadi pada Minyak Goreng Saat Digunakan Memasak?

Menggoreng merupakan teknik memasak yang paling dikenal oleh masyarakat. Cara ini praktis dan hasil makanannya memiliki tekstur renyah dan lebih awet daripada teknik perebusan dan pengukusan.

Lalu, bagaimana reaksi yang terjadi antara minyak dan bahan makanan saat proses menggoreng?

Pada saat kita memasukkan bahan makanan dalam minyak panas, maka terjadi kontak antara minyak, udara, dan bahan makanan itu sendiri. Minyak yang digunakan selama menggoreng akan masuk ke dalam pori-pori bahan makanan dan menggantikan keberadaan kadar air yang keluar dan menguap. Pada saat proses menggoreng, terjadi perpindahan panas, massa minyak dan bahan makanan serta udara akan menghasilkan kualitas makanan yang diinginkan.1

Saat proses menggoreng, suhu juga berperan penting, karena penggunaan suhu tinggi menyebabkan proses menggoreng lebih cepat matang dan memiliki tekstur renyah.

Tak hanya itu, pada proses menggoreng juga terjadi perubahan warna karena adanya karbonisasi permukaan makanan dan karamelisasi karbohidrat sehingga bahan makanan memiliki warna kuning keemasan setelah matang.6

Lantas, apa saja ya jenis metode menggoreng?6

1. Metode Deep Frying

Metode ini menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak.

Kelebihan dari metode deep frying akan menghasilkan makanan yang lebih crispy dan dalamnya tetap lunak dan matang merata.

Namun kelemahannya, deep frying cenderung boros minyak dan makanan menjadi sangat berlemak.

2. Metode Pan Frying

Metode ini menggunakan minyak goreng yang sedikit.

Metode ini memiliki kelebihan yakni praktis, lebih hemat minyak dan waktu penggorengan lebih sebentar.

Namun pada metode ini kita harus selalu mengatur api agar suhu minyak stabil sehingga tidak menyebabkan bahan makanan terlalu matang.

Berapa Kali Minyak Goreng Dapat Digunakan Ulang?

Minyak goreng yang kita pakai sebagai media memasak cenderung sensitif terhadap panas, cahaya, dan oksigen. Oleh karena itu, kita harus memakai minyak goreng dengan bijak agar tidak mengurangi kandungan nutrisi dalam minyak goreng.

Menurut Standar Nasional Indonesia nomor (01-3741- 1995), minyak goreng maksimal digunakan sebanyak empat kali atau telah melewati proses pendinginan sebanyak tiga kali. Pada dokumen SNI juga telah disebutkan bahwa kadar peroksida yang menunjukkan kualitas minyak goreng maksimal sebesar 5,0 mgrek/kg.

Berdasarkan penelitian terdahulu, apabila minyak goreng dipakai lebih dari empat kali, perkiraan kadar peroksida sebesar 11,496 mgrek/kg, sehingga sudah tidak aman dikonsumsi.12

Bahaya Menggunakan Minyak Goreng Berulang

Minyak goreng yang kita pakai setiap memasak, semakin lama akan berubah warna menjadi hitam atau yang sering kita kenal dengan nama minyak jelantah.

Warna hitam pada minyak jelantah disebabkan karena adanya reaksi maillard, yaitu reaksi antara gugus karbonil dengan gugus amin dari protein. Warna hitam juga timbul akibat pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi dan penggunaan berulang.11

Minyak jelantah yang masih digunakan dapat menurunkan mutu dari bahan makanan yang digoreng. Minyak jelantah yang dipakai berulang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi sehingga berbau tengik, hasil masakan menjadi lebih gelap, rasa kurang enak, serta vitamin dan asam lemak esensial di dalamnya telah mengalami kerusakan.9

Lantas apa bahaya yang akan mengancam jika kita masih menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang?

Minyak goreng yang telah menjadi minyak jelantah mengandung gugus radikal peroksida yang akan besar-besaran mengikat oksigen sehingga mengakibatkan reaksi oksidasi terhadap jaringan tubuh manusia.13

Adanya reaksi oksidasi pada minyak jelantah dipercepat oleh faktor cahaya, panas, logam (wadah penggorengan), serta senyawa pemicu oksidasi yang terdapat pada bahan makanan misalnya seperti klorofil, hemoglobin, dan pewarna makanan. Susunan senyawa pada minyak jelantah seperti ikatan rangkap asam lemak tak jenuh menjadi teroksidasi dan terbentuk radikal bebas aktif, aldehid, keton, serta terjadi perubahan struktur lemak, sehingga minyak jelantah berpotensi menghasilkan racun dalam tubuh.7

Dalam jangka panjang, minyak jelantah yang dikonsumsi akan memicu berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, stroke, kolesterol, hipertensi hingga kanker.13

Tak hanya itu, kumpulan senyawa yang dihasilkan oleh minyak jelantah juga dapat menimbulkan gejala keracunan, seperti iritasi saluran pencernaan, pembengkaan organ tubuh, diare, kanker, dan depresi pertumbuhan.2

Bagaimana Cara Memanfaatkan Minyak Jelantah?

Tingginya potensi minyak jelantah di Indonesia dapat dilihat dari hasil produksi per tahun yang mencapai 4.000.000. Namun, bagi sebagian orang, minyak jelantah dianggap sudah tak memiliki nilai karena sudah berubah warna menjadi gelap dan berbau tengik.4 Tak jarang, minyak jelantah hanya akan dibuang dan tidak termanfaatkan.

Namun, apakah kalian tau bahaya minyak jelantah yang langsung dibuang?

Minyak jelantah yang dibuang akan menjadi limbah dan menjadi sulit terurai. Baik di tanah maupun di selokan, minyak jelantah dapat menyebabkan pencemaran.14

Lalu, apakah minyak jelantah dapat dimanfaatkan? Simak penjelasannya berikut ini!15

1. Sabun Mandi Organik

Minyak jelantah dapat diolah menjadi sabun mandi organik karena memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat dan linoleat yang berpotensi menggantikan bahan baku sabun cair.

2. Pembersih Lantai

Minyak jelantah yang akan diolah menjadi pembersih lantai perlu melalui proses penyaringan. Hasil penyaringan minyak jelantah akan direaksikan dengan larutan NaOH dan arpus (disinfektan) lalu menghasilkan padatan dan cairan. Cairan yang terbentuk akan digunakan sebagai pembersih lantai dengan menambahkan HEC (Hydroxy Ethyl Cellulose) untuk mengentalkan.

3. Biodiesel/Bahan Bakar Alternatif

Minyak jelantah dapat dijadikan bahan bakar alternatif karena memiliki asam lemak yang tinggi. Pemanfaatan dalam bentuk biodiesel ini dapat menghasilkan nilai ekonomis, non-toxic, serta ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar solar.

Minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel akan melalui reaksi transesterifikasi. Reaksi ini terjadi antara minyak jelantah dengan alkohol yang menggunakan katalis basa pada suhu dan komposisi tertentu yang menghasilkan alkil ester (metil ester atau biodiesel) dan gliserol.

4. Oli Kendaraan

Minyak jelantah yang dimanfaatkan sebagai oli kendaraan perlu melalui proses pembersihan kotoran dengan arang aktif, lalu dilakukan pencampuran antara minyak jelantah dengan daun singkong untuk meningkatkan kekentalan oli.

Selanjutnya minyak jelantah akan melalui proses penyaringan dengan hasil akhir berupa oli yang dapat digunakan.

Apabila tidak ingin mengalami kesulitan dalam memanfaatkan minyak jelantah, kalian juga dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan dengan menyimpan minyak jelantah dalam kaleng lalu mengirimkannya kepada pengepul minyak terdekat agar dapat termanfaatkan dengan baik.

Kesimpulan

Sebagai masyarakat yang lekat dengan penggunaan minyak, baik minyak goreng maupun minyak jelantah, kita harus melakukan langkah bijak dalam menggunakannya.

Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan minyak yang banyak digunakan di masyarakat tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan maupun lingkungan.

Referensi
  1. Ardi, A. 2013. Stabilisasi Minyak Goreng menggunakan Mikroemulsi Ekstrak Kulit Jeruk. Unpublished. Yogyakarta. Program Pasca Sarjana Ilmu Pangan Universitas Gajah Mada.
  2. G. Gunawan, M. T. M. Aloysius, and A. Rahayu. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. Jurnal Kimia dan Sains Aplikasi. 6(3), pp:13-16.
  3. Ketaren S. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press; 2008.
  4. Mahreni. 2010. Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodiesel-Review. Jurnal Eksergi. 10(2). Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta.
  5. Muchtadi, Deddy. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Alfabeta; 2009.
  6. Mulyatiningsih, E. 2007. Teknik-Teknik Dasar Memasak. Yogyakarta: Tim Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
  7. Nainggolan, B. S dan J, Anna. 2016. Uji Kelayakan Minyak Goreng Curah dan Kemasan yang Digunakan Menggoreng Secara Berulang. Jurnal Pendidikan Kimia. 8(1), pp: 45-47.
  8. Silalahi J & Nurbaya S. 2011. Komposisi, Distribusi dan Sifat Aterogenik Asam Lemak dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. SKRIPSI. Medan: Universitas Sumatera Utara.
  9. S. L. Zahra, B. Dwiloka, and S. Mulyani. 2013. Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang terhadap Perubahan Nilai Gizi Dan Mutu Hedonik pada Ayam Goreng. Animal Agriculture Journal. 2(1), pp : 253-260.
  10. Standar Nasional Indonesia. 1994. Cara Uji Minyak dan Lemak. Dewan Standarisasi Nasional.
  11. Suroso, A. S. 2013. Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari Bilangan Peroksida, Bilangan Asam dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 3(2), pp: 77-88.
  12. Susilawati, E. 2013. Uji Ketengikan Minyak Sayur Sebelum dan Sesudah Dipakai yang Dijual di Pasar KM.5 Palembang Tahun 2013. Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Kemenkes Jurusan Analis Kesehatan.
  13. Syafiq, A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta: RajaGrafindoPersada.
  14. Vanessa, M. C & J. M. F. Bouta. 2017. Analisis Jumlah Minyak Jelantah yang Dihasilkan Masyarakat di Wilayah Jabodetabek.
  15. Yaqien, Muhammad A. 2017. Pemanfaatan Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) untuk Oli Mesin Kendaraan Bermotor. SKRIPSI. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.