Kenapa Daging Ikan Lebih Cepat Busuk

Kenapa Daging Ikan Lebih Cepat Busuk


Trivia

Kenapa Daging Ikan Lebih Cepat Busuk?

Ikan adalah salah satu jenis lauk yang banyak dikonsumsi masyarakat. Tapi ikan dinilai lebih tricky saat pengolahannya, karena lebih cepat busuk daripada daging sapi atau ayam. 

Di artikel ini, Gizigo akan membahas kenapa daging ikan mengalami proses pembusukan lebih cepat.


Kontributor

Rania Aisyah Herima

Rania adalah intern Gizigo 2021 dari Jurusan Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
 
Rania bisa dihubungi di sini.
 

Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi kecepatan pembusukan pada ikan. Misalnya komposisi senyawa kimia, kualitas kandungan protein dan lemak, hingga tempat tinggal ikan. Para nelayan dan penjual ikan sudah terlatih dalam mempertahankan kesegaran ikan hingga bisa sampai ke tangan konsumen. 

Tapi bagaimana kita, sebagai konsumen, apakah dapat terus mempertahankan kesegaran ikan?

Sebelum kita cari tahu solusi mencegah atau memperlambat pembusukan ikan, sebaiknya kita pahami dulu kenapa ikan bisa cepat busuk.

Daftar Isi

Silakan klik tautan berwarna orange untuk langsung membaca bagian yang Anda cari:

Alasan Kenapa Daging Ikan Lebih Cepat Busuk dibanding Daging Ayam & Sapi

Berdasarkan buku berjudul Ice in Fisheries oleh Graham, et al. (1992), kunci penyebab busuknya ikan adalah tiga hal: 

  • Bakteri
  • Enzim
  • Reaksi kimia

Yuk kita bahas lebih jauh penyebab-penyebab itu satu per satu!

1. Bakteri

Jutaan jenis bakteri hidup bersama ikan di air laut. Terlebih lagi air laut masuk ke tubuh ikan melalui mulut dan insang sehingga seluruh bagian tubuh ikan, baik luar maupun dalam, terpapar bakteri yang ada di air laut. 

Bakteri yang berada di dalam organ tubuh ikan ini mulanya tidak berbahaya bagi ikan yang masih hidup, namun bakteri akan mulai bertindak merusak setelah ikan mati. 

Setelah ikan mati, otot ikan akan mengencang selama beberapa jam atau biasa disebut dengan fenomena rigor mortis. Kemudian, bakteri mulai bekerja menguraikan sel-sel otot untuk mendapatkan energi supaya tetap hidup ditandai dengan otot ikan kembali melunak (Nowsad, 2007). 

Tidak berhenti di situ, bakteri terus memperbanyak diri sehingga menginvasi semua organ tubuh ikan. Lendir berbau busuk yang dapat dirasakan di kulit dan insang merupakan tanda yang paling jelas dari pembusukan akibat bakteri. Tempat yang kotor dan suhu air hangat (tidak dingin, tidak panas) mendukung kontaminasi bakteri yang mempercepat pembusukan (Chamberlain dan Titili, 2001).

2. Enzim

Ikan memiliki enzim yang terdapat pada otot, organ dalam, dan saluran pencernaannya yang berguna untuk memecah zat gizi menjadi komponen yang lebih sederhana. Enzim ini dinamakan enzim autolisis. 

Berdasarkan FAO (2005) dalam Ikape dan Cheikyula (2017), enzim autolisis tetap berjalan meskipun ikan sudah mati. Akibat tidak adanya zat gizi yang masuk untuk dipecah, enzim autolisis menjadi memecah daging tubuhnya sendiri. Hal ini menyebabkan perubahan tekstur daging ikan menjadi semakin lunak hingga rapuh dan kebocoran dinding perut.

3. Reaksi Kimia

Ikan memiliki ciri khas kandungan trimetilamin oksida (TMAO) yang dipecah bakteri menjadi trimetilamin (TMA), senyawa yang menyebabkan bau amis dan bau amonia sebagai tanda pembusukan telah terjadi (Gram dan Dalgaard, 2002). 

Selain itu, oksidasi lemak juga menjadi penyebab utama pembusukan dalam bentuk bau dan rasa tengik pada ikan yang tinggal di laut dalam seperti ikan tuna, mackerel, dan herring (Ikape dan Cheikyula, 2017). 

Mungkin kamu sekarang bertanya-tanya, “Apa sih oksidasi lipid itu? Kenapa bisa bikin bau tengik?”.

Oksidasi lipid adalah lemak tidak jenuh dari tubuh ikan dipecah menjadi asam lemak bebas. Senyawa bebas ini menjadi berbahaya karena rawan bereaksi dengan oksigen di air menghasilkan radikal bebas peroksida yang membuat bau tengik tersebut (Ikape dan Cheikyula, 2017).

Tips agar Daging Ikan Lebih Awet saat Disimpan

Dari penjelasan di atas, kita bisa dapatkan beberapa strategi untuk menjaga kesegaran ikan:

  1. Memperlama waktu rigor mortis sehingga menunda aktivitas bakteri pembusuk
  2. Membuang organ dalam ikan
  3. Menjaga kebersihan ikan dengan segera mencuci ikan sebelum dimasak
  4. Menjauhkan ikan dari kerusakan fisik
  5. Menyesuaikan pH ikan yang asam, yaitu dengan menaburkan garam 
  6. Menyimpan dalam temperatur yang sangat tinggi (dijemur di bawah sinar matahari, dipanaskan, dikalengkan, diasap) atau sangat rendah (diletakkan bersama es, dibekukan, didinginkan)

Catatan tambahan dari Kemenkes RI (2018), suhu penyimpanan ikan berdasarkan durasinya adalah sebagai berikut.

 SUHU PENYIMPANANDURASI
-5°C sampai 0°C Tidak lebih dari 3 hari
 -19°C sampai (-5)°C 1 minggu
 Di bawah -19°C Lebih dari 1 minggu

Kesimpulan

Ikan memiliki struktur dan karakteristik khas yang membedakan dengan daging lainnya seperti mamalia dan unggas pada umumnya. Hal ini membuat daya tahan ikan lebih singkat dari daging lain. 

Oleh karena itu, konsumen sebaiknya memahami gejala-gejala ikan yang busuk sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit. Kunci dari penyimpanan ikan adalah dari suhu, kebersihan, dan keamanan dari kerusakan fisik.

Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut, manfaat dari kekayaan gizi ikan dapat kita rasakan lebih lama. Anda pun akan terhindar dari akibat negatif makanan terhadap kesehatan (yang kadang kami temui saat konsultasi gizi di Jogja).

Referensi

  1. Chamberlain, T., Titili, G. (2001). Seafood Spoilage and Sickness. Fiji Islands: Secretariat of the Pacific Community.
  2. Graham, J., Johnston, W.A., Nicholson, F.J. (1992). Ice in Fisheries. United Kingdom: FAO.
  3. Nowsad, AKM, A. (2007). Participatory Training of Trainers: A New Approach Applied in Fish Processing. Bangladesh Fisheries Research Forum.
  4. Gram, L., Dalgaard, P. (2002). Fish spoilage bacteria – problems and solutions. Current Opinion in Biotechnology 2002, 13:262–266.
  5. Ikape, S.I., Cheikyula, J.O. Fish Spoilage In The Tropics: A Review. Octa Journal of Biosciences, Vol. 5(2):34-37. ISSN 2321 – 3663
  6. Wayansari, L, Anwar, I.Z., Amri, Z. (2018). Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI.

Similar Posts