Info Gizi

Apakah Pewarna Makanan Aman Dikonsumsi?

Agar suatu olahan pangan menjadi lebih menarik, seringkali pewarna makanan ditambahkan ke dalamnya. Akan tetapi, apakah semua pewarna makanan itu aman untuk digunakan?

Di artikel ini Gizigo akan membahas lengkap jenis-jenis pewarna makanan yang aman untuk digunakan, serta pewarna makanan apa saja yang sebaiknya kita hindari.

Kontributor

Yasmin Aulia Rahmah

Yasmin adalah intern Gizigo 2022 dari Jurusan Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
 
Yasmin bisa dihubungi di sini.

Warna menjadi salah satu hal penting yang menentukan pilihan konsumen ketika akan membeli serta mengonsumsi suatu produk olahan pangan.

Konsumen cenderung lebih tertarik dengan makanan yang “berwarna” karena terlihat menarik dan lebih menggugah selera. Oleh karenanya, banyak jenis produk olahan, baik makanan maupun minuman yang ditambahkan pewarna untuk mempercantik, menyeragamkan, serta mempertajam tampilan warnanya.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai jenis-jenis pewarna makanan, alangkah baiknya untuk mengenal terlebih dahulu apa itu pewarna makanan.

Apa itu Pewarna Makanan?

Pewarna makanan merupakan salah satu golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang ditambahkan ke dalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan.1

Tujuan penambahan pewarna makanan pada suatu produk pangan adalah untuk menyeragamkan dan menstabilkan warna, menutupi dan mengatasi perubahan warna selama proses pengolahan dan penyimpanan makanan, serta memberikan kesan menarik pada suatu produk olahan pangan,2 sehingga konsumen menjadi lebih tertarik untuk mencobanya.

Pewarna makanan sering dijumpai pada produk-produk yang sering kita konsumsi, baik makanan maupun minuman.

Peraturan seputar Pewarna Makanan

Kebijakan terkait penggunaan pewarna makanan di Indonesia, diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 11 tahun 2019.

Pada peraturan tersebut, telah dijabarkan jenis pewarna apa saja yang aman untuk digunakan, serta batas aman maksimal penggunaannya pada setiap kategori produk olahan pangan.

Untuk mengetahui jenis pewarna makanan apa saja yang aman digunakan dan jenis apa saja yang perlu kita hindari, simak hingga akhir artikel ini ya!

Jenis-Jenis Pewarna Makanan

Jenis pewarna makanan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pewarna alami (natural food color) dan pewarna sintetis/kimia (synthetic food color).

Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, terdapat 17 pewarna alami dan 11 pewarna sintetis yang aman dan telah diizinkan untuk digunakan.

1. Pewarna Makanan Alami

Pewarna alami adalah jenis pewarna yang dibuat dengan melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lainnya, termasuk pewarna identik alami.1

Berikut adalah macam-macam BTP pewarna alami yang aman untuk dikonsumsi, berdasarkan Peraturan BPOM nomor 11 tahun 2019, diantaranya yaitu:

  1. Warna kuning-oranye: Kurkumin CI. No. 75300, Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130, Ekstrak anato CI. No. 75120 (berbasis bixin), Karotenoid, Riboflavin: Riboflavin (sintetik), Riboflavin 5’- natrium fosfat, Riboflavin dari Bacillus subtilis.
  2. Warna merah: Antosianin, Merah bit, Besi Oksida Merah, Karmin dan ekstrak cochineal CI 75470
  3. Warna hijau: Klorofil CI. No. 75810, Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks: Klorofil tembaga kompleks CI. No. 75810, Klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75815.
  4. Warna coklat: Karamel I, Karamel II kaustik sulfit proses, Karamel III amonia proses, Karamel IV amonia sulfit proses.
  5. Warna hitam: Karbon tanaman CI. 77266.
  6. Warna Putih: Titanium dioksida CI. No. 77891.

Untuk skala rumah tangga, Anda bisa menggunakan bahan alami sebagai pewarna makanan, yaitu dengan mengekstrak langsung dari buah ataupun sayuran. Contoh bahan alami yang bisa digunakan:

  1. Warna merah : buah bit, buah naga, buah rosela, buah delima, bayam merah
  2. Warna oranye : wortel, ubi jalar
  3. Warna kuning : kunyit
  4. Warna hijau : daun suji, daun pandan, bayam, sawi hijau
  5. Warna biru/ungu: bunga telang, ubi ungu, kubis ungu, kulit manggis
  6. Warna hitam : kluwak

Dengan menggunakan pewarna alami, keamanan dari produk yang dikonsumsi lebih terjamin dan tak jarang kita juga bisa mendapatkan khasiat dari berbagai tanaman yang digunakan sebagai bahan pewarna.

Namun, biasanya intensitas warna yang dihasilkan tidak terlalu pekat, serta seringkali memengaruhi aroma olahan pangan yang diberi tambahan pewarna.

2. Pewarna Makanan Sintetis

Pewarna sintetis adalah jenis pewarna yang dibuat secara sintesis kimiawi.1 Jenis pewarna ini aman untuk dikonsumsi, akan tetapi penggunaannya tetap dibatasi pada kadar tertentu yang sudah ditetapkan oleh BPOM RI. Batas maksimal penggunaannya pada setiap kategori pangan pun berbeda-beda. Nama-nama dari BTP pewarna sintetis tersebut diantaranya:

  1. Warna merah: Karmoisin (Carmoisine), Ponceau 4R, Merah allura (Allura red), Eritrosin (Erythrosine).
  2. Warna kuning: Tartrazin (Tartrazine), Kuning kuinolin (Quinoline yellow), Kuning FCF (Sunset yellow FCF).
  3. Warna hijau: Hijau FCF (Fast Green FCF).
  4. Warna biru: Biru berlian FCF (Brilliant blue FCF), Indigotin (Indigotine).
  5. Warna coklat: Coklat HT (Brown HT).

Pewarna yang Tidak Boleh Dipakai pada Makanan

Tidak semua pewarna makanan aman untuk digunakan dan layak untuk dikonsumsi. Hingga saat ini, masih ada oknum pedagang nakal yang menggunakan pewarna berbahaya yang sebenarnya tidak diperuntukkan sebagai pewarna makanan

Sebagai konsumen, kita harus lebih memperhatikan produk pangan yang akan kita konsumsi. Penggunaan jenis pewarna berbahaya dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan.

Untuk menghindari hal tersebut, mari kita kenali jenis-jenis pewarna makanan yang harus kita hindari!

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 239/MenKes/Per/V/85, beberapa jenis pewarna makanan yang berbahaya diantaranya :

  1. Warna kuning: Auramine, Alkanet, Butter Yellow, Chrysoine S, Fast Yellow AB, Metanil Yellow, Oil Orange AB, Oil Yellow AB, Sudan I.
  2. Warna Oranye: Chrysoidine, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Orange G, Orange GGN, Orange RN.
  3. Warna merah: Citrus Red No. 2; Fast Red E, Ponceau 3R, Ponceau SX, Ponceau 6R, Rhodamin B, Scarlet GN.
  4. Warna hijau: Guinea Green.
  5. Warna biru: Indanthrene Blue RS.
  6. Warna ungu: Magenta, Orchid and Orcein Violet 6 B.
  7. Warna coklat: Burn Unber, Chocolate Brown FB.
  8. Warna hitam: Black 7984.

Selanjutnya, mari kita bahas terkait bahaya penggunaan bahan pewarna terlarang yang sudah disebutkan diatas, yaitu Rhodamin B dan Metanil Yellow.

Kedua jenis pewarna tersebut bukanlah pewarna makanan, namun termasuk zat pewarna yang biasanya digunakan pada industri tekstil, sehingga apabila dikonsumsi oleh manusia tentunya akan sangat berbahaya. Banyak oknum pedagang nakal berdalih bahwa jenis pewarna itu dipilih karena memberikan warna yang lebih kuat serta harganya yang murah, sehingga dapat memperkecil biaya produksi.3

Rhodamin B merupakan jenis pewarna yang umumnya digunakan pada industri tekstil, berwarna merah terang, dan bersifat karsinogen.3 Selain itu, pada Rhodamin B juga mengandung senyawa halogen reaktif, yaitu klor (CI) yang mana bersifat racun bagi tubuh. Apabila dikonsumsi secara terus menerus, akan timbul reaksi berupa keracunan, iritasi hingga gangguan fungsi hati.4 Beberapa jenis makanan yang sering ditambahkan Rhodamin B diantaranya terasi, cabe merah giling, kerupuk, agar-agar, manisan, sosis, serta minuman seperti sirup.

Metanil yellow merupakan jenis pewarna yang digunakan pada industri tekstil, cat kayu, serta cat lukis.5 Selain itu, bisa juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa. Apabila kita mengonsumsi metanil yellow dalam jangka waktu yang lama, dapat berisiko menimbulkan gangguan saraf, kerusakan hati hingga kanker hati, serta berkembangnya kanker di dalam tubuh.3 Jenis pewarna ini, biasanya ditemukan pada mie, biskuit, kerupuk, ikan asap, maupun makanan dan minuman ringan lainnya yang memiliki warna kuning mencolok.

Makanan yang ditambahkan Rhodamin B ataupun Metanil yellow akan menunjukan ciri warna yang lebih mencolok dan mengkilap, terkadang warna tidak merata (homogen), terasa lebih pahit, akan muncul rasa gatal dan tidak nyaman pada tenggorokan setelah mengonsumsinya, serta umumnya pada kemasan makanan tidak dicantumkan kode, label, merek, ataupun keterangan label pangan lainnya.56

Kesimpulan

Jadi, apakah pewarna makanan itu aman?

Jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Tergantung jenis pewarna makanan apa yang digunakan.

Tentunya, pewarna alami merupakan pilihan terbaik untuk digunakan, karena menggunakan bahan-bahan alami dari ekstrak buah dan sayuran, tanpa melalui proses kimiawi dan campuran bahan-bahan kimia.

Sebagai konsumen kita harus lebih bijak dalam memilih makanan dan minuman yang akan kita konsumsi. Alangkah baiknya lebih teliti ketika akan membeli ataupun mengonsumsi suatu produk pangan.

Kita dapat menjadi konsumen yang bijak dengan membaca label pangan yang biasanya tertempel pada kemasan produk tersebut.

Cermati komposisi dari produk tersebut apakah mengandung zat-zat berbahaya sehingga bisa kita hindari agar tidak berefek buruk bagi kesehatan tubuh kita.

Referensi
  1. BPOM RI. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: BPOM RI; 2019.
  2. BPOM RI. Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah. [Online].; 2018 [cited 2022 Maret 31.
  3. Lim HS, Choi E, Lee JH, Lee G, Kim M. Analysis of illegal colourants (citrus red II, diethyl yellow, dimethyl yellow, metanil yellow and rhodamine B) in foods by LC-UV and LC-MS/MS. Food Additives & Contaminants: Part A. 2020 June; 37(6).
  4. Widya M, Riastuti RD, Widiana SW. Analisis Kandungan Rodamin B dan Metanil Yellow Minuman di SD Lubuklinggau. Jurnal Indah Sains dan Klinis. 2021 Agustus; 2(2).
  5. Adriani A, Zarwinda I. Pendidikan untuk Masyarakat tentang Bahaya Pewarna melalui Publikasi Hasil Analisis Kualitatif Pewarna Sintetis dalam Saus. Jurnal Serambi Ilmu. 2019 Maret; 20(2).
  6. Zulaidah A, Juliani RD. Penggunaan Bahan Pewarna Tekstil pada Makanan terhadap Kesehatan Masyarakat. Majalah Ilmiah Inspiratif. 2020; 5(9).
  7. Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 239/Men.Kes/Per/V/85. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 1985.