MPASI

Yuk, Hindari Pola Makan Bayi yang Salah!

Data WHO menunjukkan bahwa penurunan berat badan mulai terjadi pada usia 4-6 bulan yang dikenal sebagai periode penyapihan. Hal ini juga diperkuat dengan temuan bahwa dua per tiga balita yang meninggal tersebut mempunyai pola makan bayi yang salah.

Kira-kira bagaimana pola makan bayi yang salah ya? Kita cek bersama Ahli Gizi dari Gizigo yuk!

Foto Ira Dwijayanti
Kontributor

Ira Dwijayanti, S. Gz., M.S.

Ira adalah owner dari Baby Puree. Ia berpengalaman sebagai Quality Assurance dan Planner Supervisor di perusahaan multinasional. Bidang ilmu gizi digelutinya semenjak kuliah di Universitas Brawijaya dan Taipei Medical University.

Tahukah bunda?

World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 melaporkan bahwa 54% kematian balita di seluruh dunia disebabkan oleh gizi kurang dan gizi buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung. Angka ini belum banyak berubah pada data WHO tahun 2011, angka kematian balita di seluruh dunia terkait malnutrisi adalah 54%. 

Bagaimana Pola Makan Bayi yang Salah?

Data WHO menunjukkan bahwa penurunan berat badan mulai terjadi pada usia4-6 bulan yang dikenal sebagai periode penyapihan. Hal ini juga diperkuat dengan temuan bahwa dua per tiga balita yang meninggal tersebut mempunyai pola makan bayi yang salah. Kira-kira bagaimana pola makan bayi yang salah ya? Polah makan bayi yang salah antara lain bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif. Selain itu, bayi mendapatkan makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat. Disertai dengan komposisi zat gizi tidak lengkap, tidak seimbang dan tidak higienis. Sehingga WHO mengeluarkan rekomendasi tentang pemberian makan bayi yang benar.

Rekomendasi Pemberian Makanan Bayi 
yang Benar

Berikut adalah rekomendasi praktik pemberian makanan bayi yang benar dari WHO, yaitu: 

  1. Berikan ASI sesegera mungkin setelah melahirkan (<1jam) dan secara ekslusif selama 6 bulan.
  2. Berikan MPASI pada usia genap 6 bulan sambil melanjutkan ASI sampai 24 bulan.

Menurut WHO, MPASI yang baik adalah MPASI yang memenuhi persyaratan tepat waktu, bergizi lengkap, cukup, dan seimbang. Selain itu aman dan diberikan dengan cara yang benar.

Cek panduan lengkap MPASI dari Gizigo di: MPASI Bayi dan Balita

Sejak lahir sampai anak usia 2 tahun, bayi mengalami perkembangan otak yang sangat pesat, demikian pula dengan pertumbuhan linear. Balita perempuan mencapai 50% tinggi badan dewasa pada usia 18 bulan. Sedangkan balita laki-laki mencapai pertumbuhan linear tersebut di usia 2 tahun. Oleh karena itu, selayaknya kita sebagai orang tua untuk memberikan gizi anak secara maksimal.

Background pemberian mpasi

Malnutrisi pada Balita

Jenis malnutrisi terbanyak pada balita di Indonesia adalah perawakan pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted). Peneliti mengungkapkan bahwa retardasi (perlambatan-red) pertumbuhan tersebut berhubungan langsung dengan defisiensi (kekurangan-red) energi, protein, dan mikronutrien seperti seng, kalium, tiamin, dan natrium.

Malnutrisi tidak hanya memberikan dampak pada bayi yang sudah lahir. Namun juga mempengaruhi bayi secara keseluruhan pada 1000 hari pertama kehidupan. 1000 hari pertama ini terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada usia 2 tahun pertama kehidupan anak.

Kekurangan atau kelebihan zat gizi (malnutrisi) pada periode usia 0-2 tahun umumnya bersifat irreversibel (tidak dapat diulang-red), dan akan berdampak pada kualitas hidup anak dalam jangka pendek dan panjang. Jika sudah itu terlanjur terjadi, perlu segera dilaksanakan konsultasi gizi anak dan pemantauan terus menerus.

Stunting akan mempengaruhi fungsi otak secara jangka panjang. Selanjutnya akan berdampak pada kemampuan kognitif (konstruksi proses berpikir, termasuk mengingat, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan, sejak kecil menuju remaja hingga dewasa-red) dan prestasi pendidikan.

Artikel Terkait Lainnya

Referensi
  1. WHO. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva: World Health Organization: 2003.
  2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI tahun 2013. Hal 215
  3. Branca M, Ferrari M. Impact of Micronutrient Deficiencies on Growth: The Stunting Syndrome. Ann Nutr Metab. 2002; 46 (suppl 1):8-16